Oleh : Iu Rusliana
Kualitas dan
kemuliaan manusia ditentukan oleh pikiran, ucapan dan tindakannya. Mengembangkan
ilmu pengetahuan dan berpikir tentang sesuatu yang bermanfaat untuk masyarakat.
Bertutur dengan penuh kesantunan, terjaga lisan dan jauh dari melukai perasaan.
Bertindak memuliakan dirinya, bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungannya.
Kualitas
diri juga ditentukan oleh kesungguhan dan tidak menyepelekan sesuatu. Boleh
jadi urusan itu kecil bagi kita, tapi besar bagi orang lain. Perlakukan sama
segala urusan agar hasilnya optimal. “Dan
kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah
besar,” (QS An-Nur ayat 15).
Selanjutnya,
bersegeralah mengerjakan sesuatu, agar tugas lain dapat dikerjakan dengan
sebaik mungkin. Menumpuknya hanya membuat malas dan pekerjaan semakin berat.
“Maka apabila kamu telah selesai dari satu urusan maka kerjakanlah dengan
sungguh-sungguh urusan yang lain,” (QS Al Insyirah:7).
Sikap di
atas; bersungguh-sungguh, menyegerakan pekerjaan dan tidak menyepelekan sesuatu
merupakan tiga kunci kualitas diri. Betapa mulianya mereka yang bekerja keras
dalam mengerjakan sesuatu. Sebagaimana riwayat mashur, Rasulullah Saw mencium
tangan seorang tukang batu yang tangannya melepuh dan hitam legam. Bagi
Rasulullah Saw, tukang batu itu sangat mulia karena bersungguh-sungguh
menjalankan tugasnya sebagai kepala keluarga.
Tentu
saja tak mudah untuk tetap konsisten. Perlu kekuatan dari dalam diri untuk terus
menguatkan dan memastikan, tak ada ruang bagi kemalasan. Berat memang, niat tulus
modal awalnya. Bertujuan pada sesuatu yang mulia dan berkumpul bersama orang
yang penuh gairah dalam hidup diperlukan sebagai modal lanjutan.
Mesti
diingat, perjalanan hidup selalu menyertakan pilihan. Jika mau meningkatkan
kualitas hidup silahkan, tidak juga, ya tak apa. Berpulang pada diri, memilih
dan tentu ada sejumlah konsekuensi. Setiap hasil bermula dari ikhtiar, itu lah
bentuk keadilan Tuhan. Tentu saja, ikhtiarnya harus dengan cara dan metode yang
baik dan benar.
Ibarat
ranjau, kehidupan ini kadang penuh jebakan, merusak dan menyakitkan. Berbanding
terbalik, ibarat berada di taman indah dan kebun buah, terasa menyenangkan dan
membahagiakan. Saat sedang susah, sangat bersemangat, kala mendapatkan nikmat,
terbuai dan senang malas-malasan.
Diperlukan
kemampuan untuk memilih jalan lurus, konsisten dan agar terlepas dari jebakan
syetan. Kemampuan itu hanya mungkin ketika ketika kita membekali diri dengan
petunjuk Alquran, sunah, hati nurani dan ilmu pengetahuan.
Al-Qur’an
dan Sunnah sebagai pemandu, ilmu pengetahuan alat untuk menjelaskan duduk
persoalan, akal pikiran dan hati nurani
memutuskan apa yang akan dilakukan. Allah Swt. berfirman, “Dan janganlah
mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggungjawaban,” (QS. Al-Isra : 36).
Setiap
pilihan tentu memiliki resiko yang harus dipertanggungjawabkan. Bekal ilmu
pengetahuan akan memudahkan, melapangkan dan jadi cahaya dalam “gelapnya”
pilihan. Ingatlah, pancaindera, semua yang dimiliki, dan apapun yang dilakukan
tak ada yang luput dari pertanggungjawaban. Kesulitan dan keberhasilan
merupakan tantangan dalam tangga kehidupan untuk meningkatkan kualitas diri.
Bersungguh-sungguh, jangan menyepelekan urusan dan bersegeralah mengerjakan
sesuatu adalah kunci keberhasilan. Memang
kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi esok, bahkan jam, menit dan detik
berikutnya, tapi memaksimalkan ikhtiar saat ini merupakan kewajiban dan itulah sebaik-baiknya
amalan. Wallahu’alam
Penulis : Iu Rusliana
Ketua Pemuda Muhammadiyah Jawa Barat
** Pernah dimuat di salah satu media nasional
** Pernah dimuat di salah satu media nasional
Tidak ada komentar:
Posting Komentar